Sabtu, 08 Januari 2011

Mengapa Tidak Berdarah Pada Malam Pertama ?

SAYA ibu rumah tangga (28), sudah menikah tiga tahun dan mempunyai satu putri berusia dua tahun. Kehidupan saya dan suami cukup bahagia, namun ada suatu persoalan yang selalu membayangi saya. Saat baru menikah, di malam pertama saya tidak “mengeluarkan darah”. Suami saya memang tidak mempersoalkan hal itu dan hingga saat ini kami tidak pernah membicarakannya. Mungkin ia menjaga perasaan saya. Tetapi, hati saya tetap merasa tidak enak dan saya merasa tidak mampu membuktikan kepada suami saya bahwa saya masih perawan. Hal ini membuat saya merasa rendah diri. Saya betul-betul belum pernah melakukan hubungan seksual dengan siapa pun kecuali dengan suami saya saat malam pertama itu. Mengapa saya tidak dapat “mengeluarkan darah” meskipun saya yakin masih perawan? Dapatkah selaput dara robek tanpa saya ketahui? Selaput dara merupakan bagian dari alat kelamin perempuan yang paling banyak menjadi topik pembicaraan. Keutuhan selaput dara yang oleh sebagian besar masyarakat awam dianggap dapat dibuktikan dengan terjadinya perdarahan dari vagina pada saat pertama kali melakukan hubungan seksual, merupakan lambang kesucian atau keperawanan (virginity) bagi seorang perempuan yang belum menikah. Banyak cerita tragis tentang kehidupan seorang perempuan yang dihubungkan dengan masalah keutuhan selaput dara.
Bahasa Latin dari selaput dara adalah hymen yang berasal dari nama dewa Yunani yaitu dewa perkawinan. Selaput dara merupakan tonjolan dari lapisan bagian dalam vagina (mukosa vagina) dan terletak pada bagian paling luar vagina (mulut vagina). Umumnya selaput dara berbentuk seperti “renda” yang mengelilingi bagian tepi mulut vagina. Ketebalan, kelenturan, serta bentuk selaput dara amat bervariasi.
Vagina sendiri berbentuk seperti liang yang dibatasi dengan lapisan mukosa di permukaannya dan otot-otot di bawahnya. Vagina mempunyai daya elastisitas yang amat baik dan diameternya dapat mengembang sedemikian rupa dengan pengaruh hormon-hormon dan rangsangan seksual. Demikian juga dengan selaput dara. Variasi ketebalan, kelenturan serta bentuk selaput dara menentukan mudah tidaknya selaput dara ini “robek” bila terjadi peregangan pada vagina.
Seperti halnya jaringan tubuh lainnya, selaput dara juga mempunyai pembuluh-pembuluh darah. Letak serta besar pembuluh darah ini amat bervariasi pula. Hal-hal di atas ini yang amat mempengaruhi adanya “perdarahan” saat pertama kali terjadinya hubungan seksual. Contohnya sebagai berikut. Selaput dara yang tipis, lentur serta mempunyai lekukan (rugae) sehingga berbentuk seperti anemon (lihat gambar) adalah jenis selaput dara yang paling elastis dan tidak mudah robek saat terjadinya penetrasi oleh benda-benda tumpul termasuk penetrasi penis saat hubungan seksual.
Selaput dara yang tebal, serta tidak mempunyai lekukan-lekukan sehingga berbentuk seperti cincin (anular) mungkin merupakan jenis selaput dara yang mudah robek bila teregang.
Jenis lain dari selaput dara adalah yang hampir menutupi seluruh mulut vagina dan hanya mempunyai lubang-lubang kecil tempat keluarnya darah haid sehingga berbentuk seperti saringan (cribriform). Selaput dara seperti ini tentu saja dapat dipastikan akan robek saat melakukan hubungan seksual.
Selaput dara yang menutupi seluruh mulut vagina seperti penutup gendang, akan menyebabkan tidak dapat keluarnya darah haid. Hal ini merupakan kelainan yang dikenal dengan nama hymen imperforata. Wanita dengan selaput dara semacam ini akan mengalami pengumpulan darah haid di dalam vagina, dan seringkali juga rahimnya. Keluhan yang dinyatakan adalah hingga usia akil balik ia tidak pernah mengalami haid namun setiap bulannya ia tetap merasakan rasa tidak enak pada perut bagian bawah seperti mereka yang sedang mengalami haid. Selaput dara jenis ini biasanya cukup tebal, dan memerlukan tindakan pembedahan kecil yang amat sederhana untuk membuat lubang yang cukup untuk tempat keluarnya darah haid. Tidak seluruh selaput dara dirobek, sehingga pada saat berhubungan seksual pertama kalinya, perempuan yang pernah mengalami tindakan pembedahan untuk membuat lubang pada selaput daranya ini masih mungkin mengalami perdarahan lagi.
Letak dan jenis pembuluh darah yang bervariasi juga mempengaruhi adanya dan jumlah perdarahan yang terjadi. Bila robekan selaput dara terjadi pada daerah yang kebetulan hanya sedikit sekali mengandung pembuluh darah dan pembuluh darahnya berukuran amat kecil, maka saat hubungan seksual perdarahan yang terjadi dapat sedikit sekali, bahkan hanya setitik sehingga tidak dapat dikenali. Terlebih bila saat melakukan hubungan seksual terjadi ejakulasi, darah yang hanya setitik itu akan tercampur dengan cairan sperma. Bila robekan pada selaput dara mengenai pembuluh darah yang cukup besar, tentu saja perdarahan yang terjadi akan tampak nyata.
Letak selaput dara pada mulut vagina cukup tersembunyi di belakang bibir kemaluan kecil (labia mayora). Pada perempuan yang belum pernah melakukan hubungan seksual dan belum pernah melahirkan anak melalui jalan lahir biasa, bibir kemaluan kecil tampak menangkup di depan mulut vagina, sehingga amat sulit menampakkan mulut vagina dan selaput dara meskipun perempuan tersebut terbaring dengan kedua sisi terentang (posisi litomi). Dengan selaput dara yang demikian terlindung akan sulit sekali terjadi robekan pada selaput dara saat melakukan aktivitas biasa termasuk aktivitas olah raga seperti berlari, berkuda dan senam. Kecuali bila terjadi perlukaan pada darah alat kelamin yang cukup hebat yang tentunya juga akan mengenai bibir kemaluan kecil dan bibir kemaluan besar. Dengan kata lain, hampir tidak mungkin terjadi robekan pada selaput dara bila bukan ada suatu benda yang sengaja atau tidak sengaja menusuk ke arah liang vagina atau terjadi suatu kecelakaan yang begitu hebat hingga mencederai seluruh alat kelamin luar juga. Pada kondisi seperti ini tentunya perempuan yang mengalaminya akan merasakan nyeri karena pada daerah alat kelamin luar ini banyak terdapat ujung-ujung saraf yang menyebabkan daerah tersebut amat sensitif.
Pemeriksaan selaput dara
Pemeriksaan untuk menilai utuh tidaknya selaput dara juga bukan merupakan pemeriksaan yang mudah. Pemeriksa haruslah seorang yang ahli dan sudah biasa melakukan pemeriksaan tersebut. Pertama-tama perempuan yang akan diperiksa akan dibaringkan dalam posisi terlentang pada meja khusus untuk pemeriksaan ginekologi. Kedua kakinya diletakkan pada penyangga khusus sehingga kedua sisi pahanya akan terentang. Dengan satu tangan pemeriksa akan menyingkapkan kedua bibir kemaluan kecil sehingga selaput dara dan mulut vagina dapat ditampakkan.
Agar selaput dara dapat ditampakkan dengan jelas, perempuan yang diperiksa harus cukup santai. Untuk dapat menilai ada tidaknya robekan pada selaput dara maka mulut vagina dan selaput dara harus agak diregangkan.
Setelah selaput dara tampak teregang, baru dapat ditampakkan lokasi robekan. Pemeriksa yang belum biasa atau belum ahli dalam hal ini seringkali akan mendapatkan kesulitan melakukan penilaian adanya robekan, terutama bila robekan itu adalah robekan yang sudah lama pada selaput dara yang berbentuk seperti anemon (memiliki rugae).
Setelah uraian di atas khususnya mengenai adanya variasi kelenturan selaput dara maka tentu saja pemeriksa tidak dapat menyimpulkan apakah perempuan yang diperiksa ini masih “perawan” atau tidak dalam arti apakah perempuan yang diperiksa ini sudah pernah melakukan hubungan seksual atau tidak.
Seorang perempuan dengan selaput dara yang utuh tetapi elastis, dapat saja sudah pernah melakukan hubungan seksual tanpa mengalami robekan pada selaput daranya. Sebaliknya seorang perempuan dengan robekan pada selaput dara dapat saja mengalami robekan bukan karena hubungan seksual tetapi karena kecelakaan, karena melakukan masturbasi menggunakan jari atau benda-benda lain yang dimasukkan pada liang vagina, atau karena pemakaian tampon.

Sumber : Dwiana Ocviyanti Idrus, dr. SpOG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar